Friday, December 27, 2013

World Style: Unity in Diversity

Boring. Iya. Boring.
Seluruh dunia rasanya sama aja. Model pakaian yang sama, trend warna yang sama, semua-muanya sama. Rasanya jadi nggak ada gunanya traveling around the world. *sigh* Emang pernah Nett? Ya belom. Hahaha.

Setelah nonton Catching Fire dengan berbagai warna-warni baju yang dipakai orang-orang Capitol, entah kenapa jadi kepikiran. Kalau lihat berita atau nonton acara TV, rata-rata pakaian yang dipakai itu sama. Iya. H&M dan Debenhams di Jakarta bajunya juga sama lah modelnya sama yang di Europe. Uniqlo di Shibuya juga baju-bajunya sama persis sama di Lotte Avenue Ciputra. Jadi nggak ada bedanya jalan di mall di Jakarta dan di Tokyo. Atau Dublin. Atau Paris. Atau London. Well, OK, agak berbeda style-nya ketika kita di Timur Tengah. Abaya hitam buat mbak-mbak dan Gamis putih panjang + tutup kepala kotak-kotak buat mas-mas. Tapi jamak juga jeans dimana-mana.

Terbayang di kepala, mungkinkah suatu saat nanti trend berubah? Aku pengen ketika berkunjung ke Korea, ya orang-orang pakai baju khas Korea. Ke Jepang, ya orang-orang pakai Kimono. Ke Indonesia, lihat orang pake' kebaya. Ke Skotlandia, tentu ketemu mas dan mbak dengan tartan-nya. Ya tentunya semua disesuaikan dengan kenyamanan dan etika berpakaian masing-masing. Jangan aja terus yang di Jawa kembenan semua. Hahaha.

Mungkin nggak ya? Oh how I wish dunia ini lebih diverse in style. Sehingga ada sesuatu yang beda ketika kita travelling all around.

Friday, December 13, 2013

Soekarno at A Glance

Tadinya belum berencana untuk nonton Soekarno. Tapi berhubung nampaknya ada drama-drama yang bikin Pengadilan Niaga ada wacana untuk menarik master filmnya, jadilah didahulukan. Prioritas utama.

Hasilnya? Baru beberapa menit duduk di ruang bioskop yang gelap, udah merinding disko. Kenapa? Karena sebelum filmnya dimulai, diputer lagu Indonesia Raya. Semua penonton diminta berdiri. Bahkan Mas petugasnya juga mengingatkan sebelumnya, agar berdiri. Merindingku ini disebabkan dua hal, yang pertama karena lagu Indonesia Raya itu sendiri, nggak tahu kenapa, beda aja auranya ini lagu. Selalu membawa suasana haru gimanaaaaaa gitu kalau harus menyanyikannya. Alasan kedua, dulu waktu nonton Harry Potter 3 di Bangkok, sebelum film dimulai, semua penonton berdiri. Di bioskop. Dan katanya itu kebiasaan disana, karena kemudian diputer lagu tentang Rajanya. Masih inget sekali waktu itu aku terpikir, "Ya Allah, kapan ya aku bisa berdiri di bioskop dan menyanyikan lagu Indonesia Raya?" It happened! WOW! My wish. Granted. About 8 years later. Checked. :)

Kembali ke film. Filmnya dibuka dengan wajah yang familiar. Budiman Sudjatmiko sebagai Suyuti, salah satu tokoh pergerakan. Terus filmnya mengalir, cerita tentang Sukarno kecil yang udah pacaran aja sama bule. Bahkan mau ngelamar. Ini kayaknya mau cerita kalo bakat 'mudah jatuh cinta'nya BK ini udah mulai dari jaman dia sangat muda. Terus agak loncat-loncat alurnya, menceritakan BK waktu dibuang ke Ende, Bengkulu, dan diakhiri di Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Disini juga digambarkan betapa BK itu sangat rapi dan sangat aware ama penampilannya. Cowok dandy gitulah. 

Untuk film berbau sejarah, film ini ngga terlalu berat. Ringan aja. Walaupun ada adegan perang (dikiiiit). Cenderung berat di drama romantika rumah tangganya BK. D*rn, amazing banget ini orang, ditengah-tengah hiruk pikuk persiapan kemerdekaan masih pulak dia galau mikirin perempuan yang bukan istrinya. Hahahaha. Manusiawi? Iya kali. Laki-laki? Hmm.. tipikal.

Sosok Bu Inggit jadinya keren banget diperanin ama Mpok Mod. Apa iya kenyataannya begitu? Entahlah, cuma dirinya dan Tuhan yang tahu. Mencelos banget di hati waktu adegan Inggit bilang semacam kaya' gini (tepatnya lupa), "aku sudah berusaha memberikan semuanya. Tapi masih saja kamu membutuhkan lebih. Yang penting aku sudah mengantarkanmu ke gerbang mimpimu." Aiiiih, mateeeek laaaah. 

Tentang hubungan antara BK dan Fatima (denger-denger nama aselinya Bu Fat itu Fatima), mungkin kalau kejadiannya sekarang udah bikin twitter heboh kali ya? Ya emang ngga seheboh kejadian ala budayawan itu, but still. Oh come on, you pria beristri. Ini muridnya. Temennya anaknya (anaknya Bu Inggit ding kayaknya), ya tetep ajaaaaaaaa dikecengin juga. Hadeeeeeh. Alasannya pengen punya anak. Yo wis sak karep wis. Bebas. Apapun alasanmu untuk tidak setia. Alasan mah gampang dicari.

Next tentang Bung Hatta, yang digambarkan kejepit antara Sjahrir dan BK. Sjahrir bilang Hatta terlalu membela BK, BK bilang Hatta tuh mendukung Sjahrir. Horotoyoh. Keren tapi nih penggambaran Bung Hatta, muncul percakapan-percakapan bermutu diantara Hatta dan BK, seperti "sanggupkah Bung memimpin negara dengan 70 juta penduduk? Membuat rakyat sejahtera?" Masih sesuai ama konteks saat ini. Rasanya aku jadi pengen duduk bareng sama calon presiden RI berikutnya dan melontarkan pertanyaan ini di malam sebelum pelantikannya sebagai presiden. Selanjutnya, sedikit tentang Sjahrir. Hmm.. ganas banget Sjahrir digambarkan di film ini. Sangat meledak-ledak, tapi somehow cool. Keren. 

Yang bikin hangat dari film ini adalah beberapa pisuhan yang diucapkan Bapak Bangsa maupun ring 1-nya. Mulai dari "jangkrik" sampe "jancuk". Wis metu kabeh. Hahaha.

Kembali tentang Soekarno sebagai tokoh utama, aku gak terlalu impressed dengan akting Ario Bayu. Tapi ya sudahlah ya. Lumayan lah, nggak njomplang2 amat. Walaupun cukup datar. All in all,  film ini bikin hangover. Bikin jadi pengen baca buku sejarah. Bikin pengen mengenal lebih dalam tentang orang-orang yang terlibat dalam kemerdekaan RI. Apa motivasi mereka, bagaimana sejarah mencatat mereka? Apakah sejarah sudah mencatat dengan benar? Apakah kita sudah menghargai jasa Eyang/Eyang buyut kita? Sebenernya mereka berjasa buat kita atau karena mereka juga udah muak 'disiksa'? *pertanyaan terakhir ngga penting dijawab, gak terlalu relevan. Intinya kemerdekaan udah berhasil didapet. Terus kita yang generasi muda ini mau apa?

Mau punya duit banyak biar bisa dapet apapun yang dimau? 
Mau hidup foya-foya lalala yeyeye tiap hari?
Mau apa? Dapet kemerdekaan nggak murah, tapi kitanya juga udah dikasih merdeka mah masih ribut aja hobinya. Ngapain kek yang bermanfaat dikit. Ho oh, Nett, kamu juga ngapain gitu kek yang bermanfaat dikit, daripada ngeblag-ngeblog galau melulu. -_-"


PS. Film kaya' gini kok malah diperkarain pake acara mau diturun-layarkan segala sik? *nggak ngerti deh*

Wednesday, December 11, 2013

Belajar dari Metromini

Sudah biasa ya kalau orang marah-marahin sopir metromini, atas segala jenis kelakuannya. Mulai dari naikin dan nurunin penumpang (atau 'sewa', gitu mereka biasa menyebutnya) sembarangan sampai hobinya yang berzig-zag di jalanan dengan manuver super liar. Scumbag metromini, if you may say. Meminjam istilah meme yang lagi rame sekarang ini.

Pagi ini ada yang beda. Seperti biasa, naik metromini dari lampu merah (nggak ada halte loh dalam jarak 1 km) dan seperti biasa pula metromini menggasak kanan dan kiri, mencari jalan. Sopirnya duduk dalam posisi miring ga jelas pulak. Apakah nyaman?

Terpikir bahwa selama ini metromini ini berbuat 'kejahatan'. Dia sudah zalim terhadap penumpangnya. Well, sopir dan kernetnya kali ya? Apalagi kalau kernetnya maksa-maksa masih masukin orang ke kendaraan yang udah penuh sesak. Gak pernah pula dia berhenti di halte yang jelas.... oh waiiiitttt... Bukannya aku juga sering berbuat begitu?

Anggaplah dalam sehari ada 5 halte. Ada 5 perhentian yang harus dilalui metromini (=aku). Tapi akunya berhenti sembarangan, bukan tepat di halte. Sering-seringnya kelewatan itu halte. Berhentinya nyaris di halte berikutnya. Untung belum sampe ke halte berikutnya alias kelewatan? Annoying kan? Banget. Gimana mau menjalin hubungan baik dengan Yang Punya Hidup kalau berhenti di halte yang sudah ditentukanNya pun susah? Padahal halte itu kan dibuat dengan tujuan tertentu. Bukan ngawur apalagi ngarang. Biar tertib lalu lintasnya, biar nggak diserempet kendaraan lain, dll. Ah, sudah tahu begini, kenapa tetep aja nekad ya? *sigh

=====
Gambar yang atas diambil dari sini dengan modifikasi scumbag hat. :))

Saturday, December 07, 2013

Burung Kutilang dan Burung Pipit

Ada yang masih familiar ngga dengan potongan syair ini?
Di atas pohon cemara, burung kutilang bernyanyi;
bersiul-siul sepanjang hari, dengan tak jemu-jemu
Setiap kali denger lagu ini, setiap kali pula ada perasaan sedih yang muncul, pelan-pelan. Setelah diingat-ingat, kenapa ya? Ternyata I should've thanks to my Mom about this. *sarcasm_detected*

Jadi ceritanya, jaman masih kecil dulu, setiap kali sebelum tidur, Mama selalu mendongeng. Entah itu dari baca buku atau hasil mengarang indah. Suatu siang, aku susah tidur, kayaknya Mama udah capek karena segala macem diceritain, eh anaknya nggak tidur-tidur juga. Akhirnya Mama cerita tentang Burung Pipit. Aku rasa itu ceritanya terinspirasi dari lagu Burung Kutilang dan lagu Kupu-Kupu yang Lucu.

Inti ceritanya adalah tentang burung pipit yang cari makan buat anaknya. Tapi anaknya nggak kenyang-kenyang. (Kayaknya nyindir aku yang nggak tidur-tidur seh. *sensi* Hih!) Si Burung Pipit ini terbang kesana-kemari sambil nyariin makan buat anaknya. (Inget: 'Kupu-kupu yang lucu, kemana engkau terbang. Hilir mudik mencari bunga-bunga yang kembang.') Pokoknya intinya ketika si anak Burung Pipit hampir kenyang, Ibu Burung Pipit karena kecapekan terus malah jatuh dari sarangnya. Mati deh. Terus anaknya sedih sambil bunyi trilili.. lili..lili..lili...

Dengan cerita seperti itu, bisa ditebak dong, endingnya bukannya aku tidur, malah aku nangis mimbik-mimbik. Kasian sama anak Burung Pipit dan ibu Burung Pipit yang nasibnya tragis. Tak pikir-pikir sekarang, I should've sued my Mom for telling me such stories xD Itu menyedihkan banget. Dua puluh lima tahun berlalu dan aku masih inget dong ceritanya. Haha!

Moral of the story: jangan pernah bikin cerita sedih buat anak kecil. It'll haunt them for life. Tapi bisa bikin ngga bandel juga kali ya? Emm.. bandel ding, tapi nggak pake amat. xD

Thursday, December 05, 2013

Portofolio Gak Pake Mikir

Komik di bawah ini menarik juga, tapi ya itu, tetep kudu menjadikan DES (Daftar Efek Syariah) sebagai acuan :) Biasanya efek-efek perbankan dan asuransi konvensional nggak masuk DES karena dianggap menerapkan sistem riba.

DES itu apa sih? DES itu kumpulan efek di Pasar Modal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah. Yang menetapkan DES itu Bapepam-LK atau pihak yang ditunjuk (sepertinya saat ini sudah berganti jadi OJK (Otoritas Jasa Keuangan)). Setiap tahun, DES dikeluarkan dua kali. Berlaku mulai Juni dan Desember setiap tahunnya. Untuk yang berlaku Desember ini, bisa diunduh disini. Tadinya agak khawatir juga dengan keberadaan Pasar Modal, tapi setelah baca-baca fatwa-fatwa MUI dan landasan hukumnya, jadi agak tenang.

Satu yang perlu diingat, semuanya kembali ke diri masing-masing. Karena ada tindakan-tindakan yang jamak dilakukan di Pasar Modal yang ngga diperbolehkan secara syariah, misalnya front running, misleading information, wash sale, pre-arrange trade, pump and dump, hype and dump, creating fake demand/supply, pooling of interest, cornering, marking at the close, alternate trade, insider trading, short-selling, jual beli pake margin (sesuai Fatwa DSN-MUI No.89/DSN-MUI/III/2011). Wow, banyak ya transaksi yang dilarang. Ada juga yang bilang jual beli di Pasar Modal ini semacam berjudi. Iya kali ya, jadinya judi kalo yang dibeli efek-efek gorengan yang mau di-short sell? Bisanya yang seperti ini endingnya jadi korban, dimainin orang tanpa berasa lagi diapain.

Kadang-kadang gemes juga, agak heran, kenapa Indonesia yang jumlah penduduknya paling besar tapi perekonomian syariahnya nggak maju? PR bersama nih. Masa' kalah sama Inggris yang kebelet pengen jadi pemimpin dalam ekonomi syariah? Hmm.. mesti banyak belajar nih, jangan sampai kejeblos dan salah jalan.

Sumber: dari sini