Monday, October 21, 2013

Getting Lost Over-Jatim-Land 2

Part 2: Kediri-Surabaya-Bromo

Perjalanan ke Bromo ini bisa dibilang tidak direncanakan. Dulu, kami sudah merencanakan perjalanan ini, apa daya drama-drama ngga jelas membuat susunan keberangkatan berubah semua. Jadilah tinggal tersisa 2 orang. Dan berhubung yang satunya bawa koper, rasanya agak repot kalau harus travelling ala backpacker. Jadi ya kita pun alih perjalanan dengan ala koper. Telpon jasa tour instead of berburu kendaraan umum.

Kediri, sebagai kota terbesar ketiga di Jawa Timur, ternyata tidak punya hub yang bagus. Transportasi ke Surabaya dan Malang sangatlah terbatas. Kereta Api hanya ada Rapih Dhoho dan Penataran. Kemarin kami berhasil naik KA Rapih Dhoho ke Surabaya dengan tiket Tanpa Tempat Duduk. Akibatnya, kita berhasil duduk tapi sambil deg-degan, kalau yang punya kursi naik di stasiun berikutnya ya terpaksa kami turun. Alhamdulillah itu kursi selamat bisa didudukin sampe Surabaya. Walaupun sepanjang jalan harus memangku tas ransel. Ekonomi AC, Rp.5.500,- per orang. What do you expect? Wow, agak kaget juga karena kereta ini begitu murahnya, pantes aja orang-orang berlomba-lomba naik kereta ini. Harga Kediri-Surabaya (dan sebaliknya) jauh lebih murah dibandingkan dengan naik bus Ekonomi AC (Rp.15.000,-) atau Patas AC (Rp.30.000,-).

Sampai di Surabaya, kami turun di Stasiun Gubeng, yang mana penumpang Kereta Ekonomi harus keluar via Stasiun Gubeng Lama (seberang RS DKT), ngga boleh lewat pintu Stasiun Gubeng Baru. Duuuuh, Pak Jonan, kenapa sih harus dipisah-pisahkan? Beda kasta kah? Mendingan mana daripada ngga boleh berhenti sekalian? Entahlah.

Trus-trus? Kita dijemput ama Sopir dan tidur sepanjang jalan menuju Bromo.


Jam 3 pagi, dibangunin untuk ke Penanjakan. Sayangnya ada begitu banyak manusia di sana. Mumet liatnya. Ngga bisa menikmati sunrise dengan nikmat. Yang ada orang-orang yang sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Heran deh. Kenapa ngga pada menikmati aja itu sunrise dan serahkan urusan pengambilan gambar kepada fotografer profesional. Yang bikin sedih lagi, waktu sunrise tiba, malah pada teriak-teriak 'Huuuu... Eaaaaa' dan semacamnya, terkadang ada yang tepuk tangan. Weeee lhaaaa.... Tidakkah kaulihat kebesaranNya disana? Subhanallah. Rasanya bingung, bengong, amazed. Semua serba teratur. Di sisi yang lain, terlihat bulan purnama masih menampakkan diri.

To my other half, wherever you are right now,
When our time is come, I want us to be like the sun and the moon.
Both have their own timing, enlighten the world.
Though Juliet says the moon is inconstant,
yet it is always there.
Whether you can see it or not.

Jiiiieeee... ngelantur =))
Niwei, turun dari Penanjakan kami menuju lautan pasir untuk mendaki Bromo. Duh, perjalanan 1,5 km yang menyiksa. Berkali-kali rasanya pengen berhenti. Nggak sanggup deh. Untuk orang yang jarang olah raga rutin, ini bener-bener siksaan. Namun, cuma semangat aja yang bikin kami menolak tawaran naik kuda, dan berjuang naik ke atas. It's not about how fast or slow. It's about finishing what you have started. :D Ketika akhirnya sampai ke atas, rasanya wow, we're there. :D

Perjalanan 1,5 km yang sama ketika turun rasanya ngga ada apa-apanya. Cepet banget, bagaikan ngglundung. =))

"Ini naiknya sama turunnya ngga sebanding ya?"
"Iya, kayak orang menuju puncak karier, naiknya menggeh-menggeh, begitu udah di atas, dan tiba waktunya pensiun, rasanya kaya' ngglundung aja, ngga ada apa-apanya. Makanya kita harus bersiap dari sekarang, supaya ngglundung kita besok berasa fun. Dan kita sudah siap untuk itu."

Saturday, October 19, 2013

Getting Lost Over-Jatim-Land 1

Ceritanya perjalanan darat yang diperkirakan bakal banyak menguras energi ini sudah dipersiapkan beberapa waktu. Mentally sudah siap, Insya Allah. Tapi persiapan tinggal persiapan, ketika tiba-tiba muncul kabar lain. OK deeeeh. Jadilah harus memulai nge-trip sendirian, berpisah dari kawanan.

Part 1: Surabaya - Kediri
Sudah lama ngga naik penerbangan paling pagi, and honestly I don't really enjoy it. Early morning flight itu nyebelin in it ways. Karena ngga bisa naik Damri, otomatis boros *halah*. Well, yang lebih parah adalah biasanya malem sebelum keberangkatan ga bisa tidur nyenyak karena takut telat bangun. Ya sudahlah, yang harus terjadi, terjadilah. :D

Rencana awalnya mau naik kereta Rapih Dhoho, dari Gubeng ke Kediri. Tapi apa daya, tiketnya terkenal susah. Denger-denger selalu habis kalo tidak beli 7 hari sebelum keberangkatan. Akhirnya diputuskan untuk naik bus AKDP (Antar Kota Dalam Propinsi) saja.

Setelah mendarat di Surabaya, langsung cabcus ke terminal Bungurasih. Di Bungurasih, naik Patas AC Harapan Jaya tujuan Tulung Agung (via Kediri). Waktu sampai di terminal ternyata Patas yang siap berangkat pake bus yang lama. Gagal deh nyobain bus Scania andalan barunya Harapan Jaya. Karena busnya Patas, jadi ngga terlalu yak-yak an Sopirnya. Aman. Surabaya - Kediri, cukup 30.000 IDR saja. :)

Friday, October 11, 2013

Care(less)

Malam kemarin, aku tergopoh-gopoh jalan cepat selama sekitar 45 menit karena nyariin seorang terduga kesasar. Ngga pake persiapan, wong pas janjian nampaknya semua akan berjalan lancar. So, there I was, only bringing my wallet coz am in a hurry and to lazy just to take out the key. Pake sandal jepit. Wis, pokok e mbambung style.

Eeeeh, lha kok yang dijemput ketiduran yang akibatnya jadi kebablasan. Dikala kehilangan orang itu, aku coba telpon dia, kontak orang2 yg kira2 tahu jalan, pokoknya semua cara aku coba. Akhirnya? Alhamdulillah... Happy ending. Walau kaki lumayan njarem :)

Setelah kejadian itu, kami ketawa-ketawa. Pada satu titik aku berhenti ketawa dan teringat. Suatu waktu, aku pernah berada di tempat yang sama. Kejadian yang hampir mirip. Just a small town girl in a strange capital city, right in the middle of an unfamiliar place plus it was 10 at night.

Apa yang terjadi? The one that I hope will save me, didn't care much, even though I was near. :) Should've read the signs. Oh well, but I learnt my lesson, kok :)