Ceritanya lagi kangen berat sama Papa. Mau cerita-cerita aja ah. Awalnya tulisan ini mau ditulis bertepatan dengan hari Pahlawan, My Pa, My Hero, cucok kan? Tapi berhubung nggak disempet2in ya jadilah nggak jadi-jadi tulisannya. xD
Papaku itu orang yang baik. Baik banget. Ya beda-beda dikit lah sama Mama. Cuma beda gaya aja. Dulu waktu kecil kupikir Papa itu beneran tukang jualan telur. Gara-garanya di raporku waktu TK, tertulis namanya dengan gelar BE. Waktu aku tanya, Mama jawab BE itu artinya Bakul Endog (tukang jual telur (bahasa jawa)-red). Mungkin waktu itu Mama males jelasin panjang lebar arti gelar sarjana muda itu. Dan yeah, seringnya Papa pergi itu kuartikan dia sibuk berjualan telur. Itu terjadi sampe jaman aku SD. Waktu itu mulai bertanya-tanya, Bapaknya orang lain sering jemput anaknya. Kenapa Papaku enggak? Setiap kali pamitan mau berangkat kerja, Papa bilang, 'aku mau ke laut, cari uang dulu ya, buat kamu sekolah. Sekolah yang pinter, jagain Mamanya.' Dan akupun nrimo ternyata Papaku udah nggak lagi jualan telur, tapi dia mencari uang di laut. He must be a diver! Penyelam! Ambil uang dari tas kresek di dasar lautan. Issssh, kalo dipikir-pikir lagi, emangnya Papa temennya Deni Manusia Ikan? Kebanyakan baca majalah Bobo sih. :)) Well, setidaknya sampai akhirnya aku tahu kerjaan dia yang sebenernya di sekitar kelas 3 SD, image tukang jualan telur dan penyelam itu yang menempel. Toh ternyata kerjaan Papa yang sebenernya juga nggak jauh-jauh amat ternyata: Tukang Batu! :D
Anyway, cerita tentang Papa kali ini belum berakhir. Suatu hari yang dingin di Emerald Island, aku ber-skype ria dengan Mama dan Papa. Mama ngomel-ngomel sambil ketawa, katanya waktu Lebaran dikerjain sama Papa. Begini ceritanya: Lebaran itu Papa pulangnya mepet dan males nyetir mobil ke rumah Eyang. Diputuskan untuk naik kendaraan umum. Berhubung tiket kereta susah, akhirnya mereka naik pesawat ke Surabaya dan naik bus ke kota Eyang. Keberangkatan sih masih sesuai rencana. Masih OK-lah. Nah pas pulangnya, ketika di drop taksi di terminal, ternyata ada taksi-taksi dari Bandara Juanda yang beristirahat setelah mengantar penumpang. Ditanyalah sama Papa, mau gak dia nganter kembali ke Surabaya. Kan lumayan daripada kosong. Tentu saja sopirnya hepi. "Sampeyan sudah tidur, Cak? Sudah makan? Nggak ngantuk, ta?" Dijawab sama sopir, "Sampun, Pak. Mboten ngantuk, sudah tidur tadi." Dan jadilah tiba-tiba rencana naik bus ke Surabaya berganti jadi naik taksi.
Ternyata oh ternyata, belum ada 1/3 perjalanan menuju Surabaya, Pak Sopir Taksi ngantuk. Mama minta berhenti di SPBU, seperti kebiasaan kami, supaya sopirnya bisa refreshing. Selesai istirahat di SPBU, masih ngantuk pula itu Pak Sopir. Ngantuknya beraaaattt sekaliiii. Tiba-tiba Papa nyeletuk, "Sampeyan tidur aja deh Pak, tak sopiri." Si Mama udah bete. Ini suaminya gimana sih, malah mau nyopir taksi. Kemaren disuru bawa mobil sendiri gak mau. Pak Sopirnya pun setuju-setuju aja. Mungkin saking ngantuknya, dia nggak bisa mikir lagi deh. Dan begitulah, 2/3 perjalanan Papa nyetir sendiri. Si Pak Sopir Taksi? Bobok manis senggur-senggur di sebelahnya.
Menjelang masuk kota Surabaya, Papa berhenti di SPBU dan bangunin itu sopirnya, "Cak, bangun, aku ngantuk nih. Gantian ya." Pak Sopir taksi bangun, cuci muka, dan mereka tukeran posisi. Nggak lama sampailah taksi ini di daerah Embong Malang, seperti perjanjian awal. Sopir Taksi nanya, ini mau berhenti tepatnya dimana. Si Papa mah cuma bilang, "Terus dulu... Terus. Wis pelan-pelan. Nah wis, belok kiri disini." Berhentilah mereka di lobi salah satu hotel paling OK se-Indonesia Raya *halah lebay*. Dan Mama hampir nggak bisa nahan ketawa lihat mimiknya Pak Sopir waktu dia berusaha mengkonfirmasi, "Lho, bener disini ta nginepnya, Pak?" Mungkin mak dheg kali ya jantungnya Pak Sopir Taksi? Siapa nih orang yang nyopirin sepanjang dia tidur? Belum tahu dia tadi sepanjang jalan disopirin mantan Bakul Endog.
Hmm... Kalo diinget-inget, pasti Mama sebel banget. Lagi-lagi Papa ngeyel kalo diingetin. Tapi aku yakin, Mama kalo inget juga sebelnya sambil senyum-senyum. Ngimpi apa bisa punya suami sebaik, selucu, dan 'seajaib' itu. Life is an adventure! :D
Thursday, November 21, 2013
Thursday, November 07, 2013
Bloat
Tahun baru belum lama berlalu, resolusi belum lama dicanangkan. Yet, beberapa hari ini gelap. Iya, gelap. Sholat subuhnya kesiangan terus. Capek bukan alasan. Kesal hati bukan cara berkelit.
Sungguh saya tidak mengerti, betapa umur tidak menunjukkan kedewasaan seseorang. Begitu sulitnyakah mendengar inti percakapan orang lain? Kenapa malah menutupinya dengan... Ah sudahlah.
Saya benar-benar tidak bisa mengerti. Dimana lagi kurangnya? Yang sepele dibesar-besarkan, yang penting dianggap tidak berarti. Maunya apa? Maunya gimana? Bagaimana bisa berubah dari satu kutub ke kutub yang lain dengan sesuka hati tidak mempengaruhi sekitar? Berapa lama manusia bisa bertahan hidup dalam kepalsuan? Kalau situ yang lupa, kenapa sini yang tersalah? Ngga bisa kah lebih bertanggungjawab terhadap diri sendiri?
Sungguh, untuk bertahan berdiri di sisi yang diyakini kebenaran hakikinya saja terkadang sulit. Itukah sebabnya beberapa lebih memilih untuk mendengarkan yang ingin didengar walau bungkus kepalsuannya tampak nyata?
Satu lagi catatan penting untuk dipelajari dan dimaknai. Menyakitkan. Tapi mengeluhpun tidak akan mengubah keadaan, kan? Anggap saja ini satu lagi tanjakan sedikit berliku untuk menuju tujuan akhir. :) Oh well. I really need a real patron who have a wise and clean soul. Kenapa ya sampai detik ini belum diberi rizki itu? Mungkin memang ini bentuk rejekinya, supaya lebih bisa mengambil makna? Hmmm... Bisa jadi.
Sungguh saya tidak mengerti, betapa umur tidak menunjukkan kedewasaan seseorang. Begitu sulitnyakah mendengar inti percakapan orang lain? Kenapa malah menutupinya dengan... Ah sudahlah.
Saya benar-benar tidak bisa mengerti. Dimana lagi kurangnya? Yang sepele dibesar-besarkan, yang penting dianggap tidak berarti. Maunya apa? Maunya gimana? Bagaimana bisa berubah dari satu kutub ke kutub yang lain dengan sesuka hati tidak mempengaruhi sekitar? Berapa lama manusia bisa bertahan hidup dalam kepalsuan? Kalau situ yang lupa, kenapa sini yang tersalah? Ngga bisa kah lebih bertanggungjawab terhadap diri sendiri?
Sungguh, untuk bertahan berdiri di sisi yang diyakini kebenaran hakikinya saja terkadang sulit. Itukah sebabnya beberapa lebih memilih untuk mendengarkan yang ingin didengar walau bungkus kepalsuannya tampak nyata?
Satu lagi catatan penting untuk dipelajari dan dimaknai. Menyakitkan. Tapi mengeluhpun tidak akan mengubah keadaan, kan? Anggap saja ini satu lagi tanjakan sedikit berliku untuk menuju tujuan akhir. :) Oh well. I really need a real patron who have a wise and clean soul. Kenapa ya sampai detik ini belum diberi rizki itu? Mungkin memang ini bentuk rejekinya, supaya lebih bisa mengambil makna? Hmmm... Bisa jadi.
Wednesday, November 06, 2013
Gravitasi
Beberapa waktu yang lalu sengaja cari waktu buat nonton 'Gravity'. Sekalian nyobain gimana rasanya nonton film di bioskop 4D.
Kesan dari film itu: kecil. Iya, rasanya kecil sekali. Lebih kecil daripada sebutir debu. Luar biasa kebesaranNya. Subhanallah. What's my purpose in this world? Rasa sedih, bahagia, marah, rasanya ngga ada apa-apanya. Hujan badai, tsunami, banjir, panas luar biasa di gurun... Apalah artinya? Wong kita juga 'cuma' memenuhi kulit bumi yang 'cuma' bagian kecil dari tata surya-nya matahari, yang cuma bagian kecil dari galaksi bima sakti, yang cuma bagian kecil dari alam semesta. Luar biasa ya Tuhanku ini?
Di tahun baru ini, rasanya perlu sedikit menengok ke belakang, sambil mengingat beberapa pelajaran penting:
- Mari menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah yang lebih besar.
- Mari berusaha bahagia tanpa menimbulkan sakit hati pada orang lain.
- Terkadang khilaf itu mungkin kecil efeknya buat kita, tapi besar sakitnya untuk orang lain.
- Minta maaf itu perlu, tapi yang lebih penting lagi adalah seberapa serius perasaan menyesal di balik permintaan maaf. If not, then sorry is just another wasted word.
Ini kenapa nulisnya masih terasa ada emosi jiwa ya? It's been months lho, Nett. Mosok ga sembuh2? Hahahahahahaha. :))
Kesan dari film itu: kecil. Iya, rasanya kecil sekali. Lebih kecil daripada sebutir debu. Luar biasa kebesaranNya. Subhanallah. What's my purpose in this world? Rasa sedih, bahagia, marah, rasanya ngga ada apa-apanya. Hujan badai, tsunami, banjir, panas luar biasa di gurun... Apalah artinya? Wong kita juga 'cuma' memenuhi kulit bumi yang 'cuma' bagian kecil dari tata surya-nya matahari, yang cuma bagian kecil dari galaksi bima sakti, yang cuma bagian kecil dari alam semesta. Luar biasa ya Tuhanku ini?
Di tahun baru ini, rasanya perlu sedikit menengok ke belakang, sambil mengingat beberapa pelajaran penting:
- Mari menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah yang lebih besar.
- Mari berusaha bahagia tanpa menimbulkan sakit hati pada orang lain.
- Terkadang khilaf itu mungkin kecil efeknya buat kita, tapi besar sakitnya untuk orang lain.
- Minta maaf itu perlu, tapi yang lebih penting lagi adalah seberapa serius perasaan menyesal di balik permintaan maaf. If not, then sorry is just another wasted word.
Ini kenapa nulisnya masih terasa ada emosi jiwa ya? It's been months lho, Nett. Mosok ga sembuh2? Hahahahahahaha. :))
at
06:12
Subscribe to:
Posts (Atom)