Sunday, April 27, 2008

Tentang Menjadi Nomer Satu

Sambil nonton balapan F1, tiba-tiba kepikiran. Para pembalap Formula 1, mereka kan sudah ada di puncak ya? Para sopir jet darat ini kan udah ada di kompetisi paling atas (as far as I know), kompetisi yang katanya paling bergengsi. Well, kata paling ditekankan disini. Kalau sudah juara, terus kalau udah paling, kan mereka udah pollll... udah the best... udah nggak bisa diapa-apain lagi kan?


So, kalau sudah seperti itu, ada berapa pilihan yang mereka punya? Coba kita lihat ya:


1. Terus berusaha jadi juara dunia, berkali-kali

Contohnya Michael Schumacher. Berapa kali dia jadi juara dunia? Ya sampai akhirnya ada golongan ABS (Asal Bukan Schumacher). Salah satunya ya saya ini. Bukan apa-apa, tapi lama-lama bosen aja dia lagi, dia lagi. (Eh harusnya saya nggak boleh bosen ya, kan itu hak dia, dia udah berusaha keras, boleh dong dia jadi juara terus?) Or not!


2. Berhenti dari F1

Misalnya, Mika Hakkinen. Well, Pak Mika ini dua kali juara dunia bareng sama McLaren. Kebetulan (atau memang demikian seharusnya) waktu itu MS lagi nggak unjuk gigi dengan bagus. Yang jelas, setelah dia juara dunia 2 kali, sepertinya McLaren nggak kasih sinyal-sinyal bakal punya mobil yang bagus lagi, dia berhenti.


3. Pindah tim

Pindah-pindah tim ini, untuk menunjukkan sebenernya emang yang hebat itu mesinnya, atau mobilnya atau timnya? Hmm... contohnya banyak, Kimi, Alonso, dll. Tapi yang paling boleh dicatet ya Valentino Rossi, oke.. oke.. dia memang bukan pembalap F1. Tapi dengan pindahnya Rossi, jadi rame kan? Jadi kelihatan faktor mesin/pembalap/tim yang main, dan atau malah semua faktor main.


(Ada ide, pilihan yang lain?)


All in all, I honour Pak Mika atas keputusan yang diambilnya. And I will go his way, when the time comes (I think I will, for now). Sorry Kimi, Alonso, you're not in. For me, loyalty stands top.


Dan kembali tentang menjadi nomer satu, how far will you take to be numero uno? Are you going to be the devil's advocate or just stay calm with the angels by your side (if you have any)? :P

Thursday, April 17, 2008

Sex Education

Salah satu temen nanya di milis, tentang sex education yang bagaimana yang akan kita ajarkan ke anak2 kita?


Well, berhubung saya belum punya anak dan kalau ini aku tulis di milis malah bisa-bisa temen2 makin bosen dengan ke-sotoy-an ku. Better i write it here, I think. Here we go...


Aku nggak akan ngomong banyak tentang idealisme cara pengajaran sex education (SE) versiku. Karena kalo aku nggak salah (pake ilmu psikologi jadi2an nih!) pendidikan ke anak itu juga akan dipengaruhi oleh bagaimana si orang tua dididik dulu. So, mungkin aku sedikit kilas balik tentang SE yang kualami selama ini.


Seingatku, aku nggak pernah dapet pendidikan formal tentang SE (emang ada ya di Indo?) Yang jelas aku udah tahu tentang sistem reproduksi perempuan sekitar setahun sebelum lulus SD, itupun karena memang sudah waktunya baligh. Dan nothing special at that time, kecuali Madam bilang kalo aku udah gede dan harus lebih menjaga diri. (Waktu itu rasanya kayak denger bahasa sandi deh!)


Menginjak SMP SMA, udah makin mengerti deh. Darimana? Ya dari obrolan awur2an sama temen2. Bikin teori sendiri lah kita (dari hasil mengembangkan pelajaran biologi!)! Sekitar waktu itu kembali si Madam berpesan, jangan suka berduaan sama cowok. (Ha ha.. peraturan Madam lucu juga, soalnya sejak SMP udah diwanti-wanti kalo aku ini nggak boleh pacaran sebelum lulus SMA. Alasannya? Ntar kalo ada apa2 ndak aku jadi anak putus sekolah. (You know what I mean kan? *wink*) Kalo udah lulus SMA mah, terserah aja! Karena menurut Madam saat itu, sekolah itu ya sampe SMA, kuliah itu bonus dari Papah. Jadi ya, begitulah, sangat cetha sekali bukan, petunjuk dari Madam?


Dan begitulah, hari-hari pun berlalu... dengan begitu biasa... sampe suatu hari aku denger lagunya Westlife, judulnya Puzzle of My Heart. Sebagian temen sekelas SMA ku pasti tahu lah betapa gilanya aku sama Westlife jaman SMA dulu (sekarang udah enggak kah?) Gini ni sebagian liriknya:

"It's the way she feels my senses,

it's the perfume that she wears,

I feel I'm loosing my defenses to the colour of her hair,

and every little piece of her was right,

....

everytime we meet, the picture is complete,

everytime we touch, the feeling is too much..."


Nah, nggak tahu kenapa, feelingnya lagi ini kena' banget waktu itu, jadi sering menyenandungkan lagu ini, dan tiba2 aku tersadar. 


"EDUN! (sambil smack my forehead)" ternyata pria-pria itu bisa  berpikir seperti maniak ya? (he he he... sorry guys!) Yah, waktu itu kan selain pria kecengan yang datang dan pergi, the one and only guy that I love ya si Papah. (Sampe sekarang masih kok Pah!) Adek, jaman itu belum diitung, belum ganteng soalnya.. ix ix ix. Saat itulah baru kusadari: the importance of pake baju *yang baik*. Baru sadar juga maksud pesen2 sponsornya Madam. Dan sadar juga maksud dari hadits2. Telat banget ya??


So... demikianlah secuplik tentang SE yang kualami. Mengalir begitu saja... Owh.. and one thing, no more perfume sembarangan. Hah hah.. selamat ngambu bau deterjen ya!!!

Wednesday, April 16, 2008

Double Standard

Aku sering bilang kalo si Madam itu punya double standard, dan selalu kata2ku dibalasnya dengan "emangnya kamu enggak lebih double standard lagi?" Well yeah, what can I say, tanpa kusadari (atau enggak mau sadar?) aku ini bener-bener double standard dan gawatnya, ini akut!

Rasanya sedih banget dan pengen ngamuk waktu denger tentang pencurian pasir, ikan, dan lain-lain. Pengen maki-maki bangsa sebelah sebagai bangsa pencuri. Eiiits, tunggu dulu, tapi apa saya ini bukan maling? Dengerin lagu; kalo enggak mengunduh ya mengkonversi. Nonton film, kalo bisa gratis, kenapa harus bayar? 

Kemaren jalan dan berhasil beli 1 CD audio anak bangsa. Tapi kok ya mau menghapus isi iPod dan iTunes rasanya beraaaaaat banget. Dasar mental! (Atau mental (ada di) dasar?)